Rabu, 28 November 2012

Tugas 6


~Artikel Perubahan Sosial

Perubahan sosial adalah proses yang meliputi bentuk keseluruhan aspek kehidupan masyarakat.
Perubahan Sosial menurut para pakar :
-          Kingsley Davis
Perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misal: pengorganisasian buruh menyebabkan perubahan  hubungan buruh dan majikan.
-          Mac Iver
Perubahan sosial sebagai perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.
-          Gillin dan Gillin 
Perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun difusi ataupun penemuan baru dalam masyarakat.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial merupakan gejala pergeseran atau pergantian yang bersifat normal dan universal artinya perubahan itu penting dan pasti terjadi pada masyarakat apapun dan dimanapun sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun difusi ataupun penemuan baru dalam masyarakat.
 Bentuk-bentuk perubahan sosial 
1.      1. Perubahan Lambat (evolusi) dan Perubahan Cepat (revolusi)
Perubahan lambat disebut juga evolusi. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan dan kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Contoh perubahan evolusi adalah perubahan pada struktur masyarakat. Suatu masyarakat pada masa tertentu bentuknya sangat sederhana, namun karena masyarakat mengalami perkembangan, maka bentuk yang sederhana tersebut akan berubah menjadi kompleks. Perubahan cepat disebut juga dengan revolusi, yaitu perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat. Seringkali perubahan revolusi diawali oleh munculnya konflik atau ketegangan dalam masyarakat, ketegangan-ketegangan tersebut sulit dihindari bahkan semakin berkembang dan tidak dapat dikendalikan. Terjadinya proses revolusi memerlukan persyaratan tertentu. Berikut ini beberapa persyaratan yang mendukung terciptanya revolusi :
a.       Ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan.
b.      Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang mampu memimpin masyarakat tersebut.
c.       Harus bisa memanfaatkan momentum untuk melaksanakan revolusi.
d. Harus ada tujuan gerakan yang jelas dan dapat ditunjukkan kepada rakyat.
d.      Kemampuan pemimpin dalam menampung, merumuskan, serta menegaskan rasa tidak puas masyarakat dan keinginan-keinginan yang diharapkan untuk dijadikan program dan arah gerakan revolusi.
Contoh perubahan secara revolusi adalah gerakan Revolusi Islam Iran pada tahun 1978-1979 yang berhasil menjatuhkan pemerintahan Syah Mohammad Reza Pahlevi yang otoriter dan mengubah sistem pemerintahan monarki menjadi sistem Republik Islam dengan Ayatullah Khomeini sebagai pemimpinnya.
       2.       Perubahan Kecil dan Perubahan Besar
-          Perubahan kecil adalah: Perubahan yang terjadi tidak membawa pengaruh langsung atau berarti dalam masyarakat 
Contoh: Perubahan mode rambut tidak mengakibatkan perubahan pada lembaga kemasyarakatan.
-          Perubahan besar adalah: Perubahan yang terjadi membawa pengaruh langsung atau berarti dalam masyarakat
Contoh; Industrialisasi yang  pada masyarakat agraris yang akan membawa pangaruh besar dalam masyarakat.
       3.  Perubahan yang dikehendaki dan yang tidak dikehendaki
-          Perubahan yang dikehendaki adalah: Perubahan yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak yang menghendaki perubahan dalam masyarakat (agent of change) bisa dari seseorang maupun institusi swasta maupun pemerintah.Perencanaan perubahan masyarakat itu dapat disebut social enginering atau social planning.
Menurut pengamatan, perubahan sosial telah menjadi titik kajian beragam ilmu yang sifatnya lintas disiplin. Perubahan sosial adalah masalah teori-teori sosial yang dipakai untuk menerangi fenomena perubahan sosial secara sepihak. Dalam banyak hal, ternyata teori, substansi dan metodologi tidak bisa terpisah menjadi suatu sistem berpikir untuk memahami fenomena perubahan sosial yang lengkap.
Perubahan sosial menggambarkan suatu proses perkembangan masyarakat. Pada satu sisi perubahan sosial memberikan suatu ciri perkembangan atau kemajuan (progress) tetapi pada sisi yang lain dapat pula berbentuk suatu kemunduran (regress). Perubahan sosial dapat terjadi oleh karena suatu sebab yang bersifat alamiah dan suatu sebab yang direncanakan. Perubahan sosial yang bersifat alamiah adalah suatu perubahan yang bersumber dari dalam masyarakat itu sendiri. Sedangkan perubahan sosial yang direncanakan adalah perubahan yang terjadi karena adanya suatu program yang direncanakan, seringkali berbentuk intervensi, yang bersumber baik dari dalam ataupun dari luar suatu masyarakat. Perubahan yang direncanakan yang datang dari dalam masyarakat yang bersangkutan, seringkali merupakan program perubahan yang dibuat oleh sekelompok anggota masyarakat tertentu, biasanya para elite masyarakat, yang ditujukan bagi kelompok-kelompok masyarakat lainnya.
Gejala perubahan sosial yang masih relevan dalam tatanan kehidupan masa kini adalah gejala modernisasi yang dicanangkan dunia Barat untuk memperbaiki perekonomian masyarakat di negara-negara Dunia Ketiga. Dampak modernisasi sangat luas, baik yang dianggap positif maupun negatif oleh kalangan masyarakat di negara-negara Dunia Ketiga, baik yang berkaitan dangan masalah ekonomi, sosial, politik, budaya dan ilmu pengetahuan. Modernisasi sebagai fenomena perubahan mendapat respon yang beragam, bahkan dikritisi sebagai westernisasi. Bagaimanapun sebuah masyarakat bukanlah 'bejana' kosong yang begitu saja menerima hal-hal yang berasal dari luar, tetapi ia memiliki mekanisme tertentu melalui norma-norma dan nilai-nilai tradisi (budaya) dalam menangani dan menanggapi perubahan yang terjadi.
Dalam kaitannya dengan hal ini adalah peran para agen perubahan (pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat) yang mampu mengantisipasi berbagai perkembangan masyarakat sehingga mampu mengarahkan masyarakat untuk berubah ke arah yang lebih baik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya proses perubahan
Faktor yang mendorong jalannya proses Perubahan sosial
Kontak dengan kebudayaan lain.
Pendidikan formal yang maju.
Menghargai inovasi.
Toleransi terhadap penyimpangan.
Sistem pelapisan sosial yang terbuka.
Penduduk yang heterogen.
Orientasi ke masa depan.
Selalu berusaha yang pantang menyerah guna meningkatkan taraf hidup ke arah yang lebih baik.
Tidak cepat puas terhadap keberhasilan
Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat.
Takut terjadi goncangan integrasi sosial.
Prasangka buruk terhadap hal baru/asing.
Sistem sosial tertutup.
Kebiasaan/ adat istiadat yang sudah tertanam kuat dalam diri masyarakat tersebut
      Saluran-saluran Perubahan Sosial
Pemerintah
Keluarga
Organisasi keagamaan
Organisasi Pendidikan
Organisasi ekonomi
Organisasi kesenian
Organisasi olah raga
Organisasi politik
          Saluran itu berfungsi agar perubahan dikenal, diterima, diakui, serta dipergunakan oleh masyarakat atau mengalami proses pelembagaan (Institutionalization).
Dampak dari Perubahan Sosial
       Perubahan sosial baik itu perubahan sosial yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan pasti terdapat dampak/ akibat yang ditimbulkan. Dampak tersebut bisa dibagi menjadi dua, yaitu: dampak positif dan dampak negatif.
A.  DAMPAK POSITIF PERUBAHAN SOSIAL
-         Memiliki nilai-nilai dan norma-norma baru yang sesuai dengan perkembangan zaman.
-         Memiliki struktur dan hubungan sosial baru yang lebih manusiawi.
-         Memiliki pranata-pranata sosial baru yang lebih memungkinkan mereka memenuhi berbagai kebutuhan hidup sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
-         Menikmati berbagai kemajuan di bidang sosial, ekonomi, politik maupun kebudayaan.

B. DAMPAK NEGATIF PERUBAHAN SOSIAL
-          Adanya disorientasi nilai-nilai dan norma-norma.
-          Munculnya konflik baik itu vertikal maupun horizontal.
-          Tidak berfungsinya secara normal pranata sosial yang ada.
-          Terjadinya berbagai kerusakan lingkungan.
-          Munculnya krisis multidimensi ( sosial, ekonomi, politik, budaya dan keamanan), yang berakibat pada terjadinya proses pemiskinan dan memudarbya legitimasi pemimpin masyarakat politik.

Tugas 5


~Realitas Sosial Masyarakat Indonesia

Realitas Sosial Masyarakat Indonesia
     Keragaman atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam kehidupan di masyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan di masa silam, kini dan di waktu-waktu mendatang (Azyumardi Azra, 2003).
     Sebagai fakta, keragaman sering disikapi secara berbeda. Di satu sisi diterima sebagai fakta yang dapat memperkaya kehidupan bersama, tetapi di sisi lain dianggap sebagai faktor penyulit. Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang besar, namun juga bisa menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan masyarakat sendiri jika tidak dikelola dengan baik.
     Di Indonesia, berbagai konflik antarsukubangsa, antarpenganut keyakinan keagamaan, ataupun antarkelompok telah memakan korban jiwa dan raga serta harta benda, seperti kasus Sambas, Ambon, Poso dan Kalimantan Tengah. Masyarakat majemuk   Indonesia belum menghasilkan tatanan kehidupan yang egalitarian dan demokratis.
     Persoalan-persoalan tersebut sering muncul akibat adanya dominasi sosial oleh suatu kelompok. Adanya dominasi sosial didasarkan pada pengamatan bahwa semua kelompok manusia ditujukan kepada struktur dalam sistem hirarki sosial suatu kelompok. Di dalamnya ditetapkan satu atau sejumlah kecil dominasi dan hegemoni kelompok pada posisi teratas dan satu atau sejumlah kelompok subordinat pada posisi paling bawah. Di antara kelompok-kelompok yang ada, kelompok dominan dicirikan dengan kepemilikan yang lebih besar dalam pembagian nilai-nilai sosial yang berlaku. Adanya dominasi sosial ini dapat mengakibatkan konflik sosial yang lebih tajam.
     Negara-bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama, dapat disebut sebagai masyarakat multikultural. Berbagai keragaman masyarakat Indonesia terwadahi dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbentuk dengan karakter utama mengakui pluralitas dan kesetaraan warga bangsa. NKRI yang mengakui keragaman dan menghormati kesetaraan adalah pilihan terbaik untuk mengantarkan masyarakat Indonesia pada pencapaian kemajuan peradabannya.
     Cita-cita yang mendasari berdirinya NKRI yang dirumuskan para pendiri bangsa telah membekali bangsa Indonesia dengan konsepsi normatif negara bangsa Bhinneka Tunggal Ika, membekali hidup bangsa dalam keberagaman, kesetaraan, dan harmoni. Hal tersebut merupakan kesepakatan bangsa yang bersifat mendasar.
     Konstitusi secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang berkesetaraan. Pasal 27 menyatakan: “Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan” adalah rujukan yang melandasi seluruh produk hukum dan ketentuan moral yang mengikat warga negara.
    Keberagaman bangsa yang berkesetaraan akan merupakan kekuatan besar bagi kemajuan dan kesejahteraan negara bangsa Indonesia. Negara bangsa yang beragam yang tidak berkesetaraan, lebih-lebih yang diskriminatif, akan menghadirkan kehancuran.
     Semangat multikulturalisme dengan dasar kebersamaan, toleransi, dan saling pengertian merupakan proses terus-menerus, bukan proses sekali jadi dan sesudah itu berhenti. Di sinilah setiap komunitas masyarakat dan kebudayaan dituntut untuk belajar terus-menerus atau belajar berkelanjutan. Proses pembelajaran semangat multikulturalisme terus-menerus dan berkesinambungan dilakukan. Untuk itu, penting kita miliki dan kembangkan kemampuan belajar hidup bersama dalam multikulturalisme masyarakat dan kebudayaan Indonesia. Kemampuan belajar hidup bersama di dalam perbedaan inilah yang mempertahankan, bahkan menyelamatkan semangat multikulturalisme. Tanpa kemampuan belajar hidup bersama yang memadai dan tinggi, niscaya semangat multikulturalisme akan meredup. Sebaliknya, kemampuan belajar hidup bersama yang memadai dan tinggi akan menghidupkan dan memfungsionalkan semangat multikulturalisme.
    Proses pembelajaran semangat multikulturalisme atau kemampuan belajar hidup bersama di tengah perbedaan dapat dibentuk, dipupuk, dan atau dikembangkan dengan kegiatan, keberanian melakukan perantauan budaya (cultural passing over), pemahaman lintas budaya (cross cultural understanding), dan pembelajaran lintas budaya (learning a cross culture).
     Indonesia merupakan negara kepulauan yang wilayahnya dihuni oleh berbagai etnis dengan adat istiadat yang beragam. Karakteristik budaya tiap etnis tersebut pun sangat unik. Hildred Geertz menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat lebih dari 300 suku bangsa yang berbeda-beda. Skinner menyebutkan lebih dari 35 suku bangsa. Sementara itu, Sutan Takdir Alisyahbana memperkirakan bahwa ada sekitar 200-250 suku bangsa.
      Ada beberapa faktor yang mendorong keberagaman masyarakat Indonesia:
1.Keadaan geografis Indonesia. Dari jejak sejarah bangsa Indonesia diketahui bahwa nenek moyang masyarakat Indonesia berasal dari Yunan, yaitu suatu wilayah di Tiongkok bagian selatan. Mereka datang secara bergelombang dalam waktu dan jalur yang berbeda. Di Indonesia, mereka menyebar dan mendiami sekitar 13.600 pulau. Kondisi geografis yang terpisah-pisah ini mengakibatkan penduduk yang menempati pulau-pulau itu tumbuh menajdi kesatuan-kesatuan suku bangsa yang terisolasi dengan yang lain. Mereka kemudian mengembangkan pola perilaku, bahasa, dan ikatan-ikatan kebudayaan lainnya yang berbeda satu sama lain.
2.Pengaruh kebudayaan asing. Indonesia terletak pada posisi silang antara dua samudera dan dua benua. Kondisi yang strategis ini merupakan daya tarik tersendiri bagi bangsa-bangsa asing untuk datang, singgah, dan menetap di Indonesia. Ada yang datang utnuk berdagang. Ada pula yang datang untuk menyebarkan agama yang diantunya. Sejak 400 tahun SM, para pedagang berkebudayaan Hindu dan Buddha dari India dan Cina berdatangan ke Indonesia. Kemudian, pada sekitar abad ke-13, pengaruh Islam mulai masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dari Gujarat dan India. Kemudian, sekitar abad ke-16, pengaruh Eropa mulai masuk ke Indonesia dibawa oleh pedagang Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda. Dari interaksi mereka dengan penduduk lokal, terjadi amalgamasi dan asimilasi kebudayaan. Akhirnya, terbentuklah ras, suras, agama, dan kepercayaan yang berbeda-beda di Indonesia.
3.Iklim yang berbeda. Iklim yang berbeda antara daerah yang satu dan daerah yang lain di kawasan Indonesia menimbulkan kondisi alam yang berbeda. Kondisi ini akhirnya membentuk pola-pola perilaku dan sistem mata pencaharian yang berbeda-beda. Akibatnya, terjadi keragaman regional antara daerah-daerah di Indonesia.
4.Pembangunan. Pembangunan di berbagai sekktor juga member andil bagi keragaman masyarakat Indonesia, khususnya secara vertical. Kemajuan dan industrialisasi yang terjadi dalam masyarakat Indonesia menghasilkan kelas-kelas sosial yang didasarkan pada aspek ekonomi. Kelas-kelas sosial tersebut adalah kelas atas yang terdiri dari para pengusaha dan pemilik modal, kelas menengah yang terdiri dari eksekutif muda, serta kelas bawah yang terdiri dari pekerja dan buruh.

Tugas 4



Contoh Realitas sosial dalam kehidupan masyarakat




Dari 2 gambar di atas itu merupakan contoh realitas sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada jaman ini.   Dari gambar diatas terlihat jelas kesenjangan antara golongan atas dan golongan bawah.
 Dari gambar 1 bisa kitalihat masyarakat golongan atas yang sedang bekerja di perkotaan kebanyakan duduk-duduk saja, tidak menggunakan fisiknya melainkan menggunakan otaknya.
Selanjutnya, dari gambar ke2 terlihat orang dari  golongan bawah yang sedang mencangkul dan itu sangat banyak menguras tenanga/ lebih banyak fisik yang bekerja dari pada otak.

Tugas 3



Study Pustaka                                                                                                                        Pikiran  Rakyat
                                                                                                              Edisi 25 September 2012

Contoh-contoh kelompok sosial      
Kerumunan :
-          Massa petani dari analisis rakyat jawa barat (Ai Jabar) berunjuk rasa dalam rangka hari raya petani nasional didepan gedung sate,Jln. Diponegoro Bandung, Senin 24 September.
-          Pada wartawan sedang mewawancara sekretaris kabinet (seskab) Dipo Alam yang selesai menyerahkan rekaman rapat dana talangan bank Century di gedung KPK.
-          Calon penumpang menunggu kereta api di statsiun kereta api pusat, Kebonkawung, kota Bandung.
-          Sporter menunggu diluar stadion setelah panitia menunda pertandingan menunggu perbaikan lampu stadion yang mati menjelang pertandingan liga spanyol antara Rayo Vallecano dan Real Madrid di Teresa Rivero, Madrid Spanyol, senin.
-          Puluhan mahasiswa Universitas Surya Kencana Cianjur berunjuk rasa didepan kantor Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Tirta Cianjur, jalan Siliwangi.
-          Ratusan buruh tenaga alih daya (“OUTSOURCING”) Pertamina berunjuk rasa didepan pendopo alun-alun Indramayu.
Patembaya :
-          Ketua MPR Taufiq Kiemas bersama wakil ketua MPR Lukman Hakim menerima forum bandung di ruangan pimpinan MPR.
-          Kepala dinas pendidikan kota Bandung Oji Mahroji memeriksa kertas berisi tulisan tuntunan bersama orang tua siswa , komite sekolah, dan guru di SDN Pasir Kaliki 96 Bandung.
Perubahan Kebudayaan :
-          Perubahan kebudayaan akan berpengaruh perubahaan masyarakat perilaku, norma, nilai, pola

Tugas 2



  Analitika hal. 151


  DI FATUULAN, GENERASI MUDA DAN TUA BERJARAK,
KEMUDIAN BERSAMA

·                  Membicarakan pemuda seperti memacak diri didepan kaca karena bagi kelompok yang lebih muda, kegiatan ini biasanya menggugah mereka untuk melakukan sesuatu yang lebih baik di waktu mendatang. Sebaliknya, bagi anggota masyarakat yang berusia tua, hal ini seperti mengkilas balik hidup mereka dan membandingkannya dengan yang sekarang. Hal itulah yang terjadi di Desa Fatuulan,12 Agustus 2005 yang lalu, ketika sebanyak 164 anggota masyarakatnya berkumpul dan memperingati Hari Pemuda Sedunia.
·                Di desa yang terletak di kecamatan Kie ini, CWS Indonesia mengadakan pertemuan. Dalam pertemuan itu, dibentuk kelompok masing-masing yang mendiskusikan masalah-masalah kepemudaan yang sering terjadi di daerah Fatuulan, apa penyebabnya, dan bagaimana pemecahannya. Menarik sekali memperhatikan jawaban-jawaban yang terlontar, apalagi karena mereka yang berdiskusi, berasal dari generasi-generasi yang berbeda. Hal yang menjadi masalah bagi kelompok generasi muda ternyata berbeda jika dilihat dari kacamata tokoh adat, tokoh agama dan pemerintah.
·         Minuman keras misalnya, menempati prioritas pertama yang dianggap pemuda sebagai masalah, sedangkan bagi kelompok pemerintah dan tokoh agama masalah utama dalam masyarakat adalah masalah hamil diluar nikah. Mereka malah tidak melihat minum minuman keras sebagai masalah. Jadi, memang harus diakui , hal ini menunjukkan bahwa ada jurang yang cukup basar antara generasi muda dan tua.
              Perbedaan pandangan antar generasi jugalah yang terelihat ketika mereka mendiskusikan masalah hamil diluar nikah. Pemuda Melihat masalah itu sebagai kurangnya perhatian dari orangtua dan tidak adanya persetujuan dari orangtua atas pasangan yang dipilihnya. Sementara kelompok yang lebih tua memandang bahwa masalah itu disebabkan oleh pemuda pemuda itu sendiri yang terlalu bebas bergaul, atau penipuan dari laki-laki yang meniru perempuan yang diincarnya . Lagi-lagi, tampak perbedaan sudut pandang antardua generasi ini. Demikian juga dari sisi solusi. Pemuda mengharapkan adanya komunikasi yang lancer dari orangtua untuk memecahkan berbagai masalah. Generasi tua umumnya mengambil jalan ‘pembinaan’ sebagai penyelesainnya.
·              Nah, kasus diatas hanya secuil dari segudang fakta yang menggambarkan jarak antara pemuda dan genersi sebelumnya. Masih ada lagi hal lain ,seperti pemuda merasa selama ini tidak dilibatkan dalam rapat-rapat desa. Hal ini kemudian ditanggapi positif oleh kelompok pemerintah dengan mengajak para pemuda untuk membentuk badan pengurus pemuda tingkat desa, sehingga aspirasi mereka tertampung.
·               Akhirnya aktivitas yang berlangsung dengan kritis selama 6 jam dan diikuti 74 orang pemuda serta 90 orang generasi yua ini, itutup dengan berdansa poloneis. Dansa poloneis merupakan tarian rakyat Timor, sebagai tanda kebersamaan antardua generasi , bukan untuk berjarak.

Sumber : www.cwsindonesia.or.id, 12 Agustus 2005.gustus 2005.


        Pertanyaan Diskusi :        


    ·  Apa yang menjadi penyebab perbedaaan cara pandang antara kelompok    generasi tua dan kelompok generasi muda?

·         Penyebabnya adalah jarak antara pemuda dan generasi sebelumnya dan perbedaan pola pikir. Antara generasi tua (lama)  dan generasi muda (baru) memang rawan terjadinya konflik sosial, budaya, politik karena kurangya integrasi dan saling ketergantungan diantara keduanya. Generasi tua lebih bertahan dengan budaya dan interaksi sosial politik model lama. Sedangkan yang muda ingin memberi warna baru dan memiliki kecenderungan progresif, asal beda dengan generasi sebelumnya.

     ·  Bagaimana pola hubungan keduanya?

     ·  Apa solusi terbaik agar kedua kelompok dapat hidup dinamis dan harmonis?

·         Perbedaan bukanlah suatu alasan untuk memulai perselisihan. Dengan perbedaan setiap generasi bisa saling belajar gaya hidup masing-masing dan saling mengingatkan bila ada gaya hidup yang lebih merugikan. Generasi muda pun tak bisa menghilangkan peran orang tua dalam kehidupan mereka. Kedua generasi harus saling menghargai dan jangan membandingkan kilas balik antara dulu dan sekarang. Selain itu, komunikasi antara keduanya sangat dibutuhkan untuk menjaga keharmonisan.

Tugas 1

Tugas 1
Aktivitas hal. 151
1.       Carilah bahan sebanyak mungkin tentang kelompok mayoritas dan minoritas! Apakah kedua kelompok itu juga termasuk kelompok social? Bagaimana hubungan antara keduanya?
2.      Amatilah masyarakat Anda. Bagaimana pola hubungan antarkelompok sosialnya? Buatlah analisisnya dalam bentuk tulisan!
Jawaban:
1.         Kinloch berpendapat bahwa kelompok orang yang disebut sebagai mayoritas adalah orang-orang yang memiliki kekuasaan, menganggap dirinya normal dan memiliki derajat lebih tinggi. Sedangkan kelompok lain yang dianggap sebagai kelompok minoritas adalah mereka yang tidak memiliki kekuasaan, dianggap lebih rendah karena memiliki ciri tertentu,misalnya cacad secara fisik ataupun mental sehingga mereka mengalami eksploitasi dan diskriminasi. (Kinloch, 1979: 38)
Konsep mayoritas disini didasarkan oleh dominasi kekuasaan, bukan dominasi oleh jumlah anggota. Kelompok mayoritas bisa saja berjumlah lebih kecil daripada minoritas. Sebagai contoh adalah saat politik apartheid dicanangkan di Afrika Selatan, jumlah orang berkulit putih lebih sedikit daripada jumlah orang berkulit hitam. Akan tetapi kelompok kulit putih memiliki kuasa terhadap kelompok kulit hitam. Selain itu, hubungan antarkelompok yang didasarkan konsep mayoritas dan minoritas dipengaruhi juga oleh konsep kebudayaan mayoritas dominan (dominant majority culture) yang diangkat oleh Edward M. Bruner. Sebagai contoh adalah di kota Medan terdiri atas sejumlah kelompok minoritas tanpa adanya suatu kebudayaan yang dominan sehingga berkembang persaingan yang ketat antara setiap etnik, dan hubungan antar etnik terjadi ketegangan.
            Pembedaan kelompok ini terjadi entah berdasarkan gaya hidup, minat, agama, faham, atau pun lainnya. Penggolongan tersebut mengakibatkan “kekuasaan” kelompok mayoritas lebih besar dari yang lain. Yang nantinya, “kekuasaan” itu secara tidak langsung mengakibatkan “tekanan” kepada kelompok yang tidak/kurang mempunyai “kekuasaan”.
 “Tekanan” kelompok mayoritas. “Tekanan” ini tidak hanya menekan minoritas saja. Tekanan dapat menekan segala pihak: minoritas, pendatang, maupun orang luar. Mengapa disini pihak “pendatang” dipisahkan dengan “minoritas”? Karena “pendatang” berbeda. “Pendatang” masih benar-benar baru, belum terikat dengan kelompok mana pun. Nantinya mereka dapat bergabung dengan “mayoritas”, “minoritas”, ataupun keduanya (terpecah). Kembali ke masalah tekanan. Tekanan ke pihak minoritas, jelas merupakan suatu yang pasti, mayoritas pasti akan menekan minoritas, mau – tidak mau, langsung – tidak langsung. “Tekanan” ini berupa berbagai macam, bisa berupa tekanan dalam berpendapat, kebebasan, fisik, atau mental. Untuk lebih mudahnya, misalnya, tekanan dalam berpendapat. Pendapat kaum mayoritas tentu selalu lebih diakui dibandingkan dengan pendapat minoritas, terlepas dari baik dan buruknya. Lalu contoh untuk tekanan kebebasan. Misalnya si A dari kaum minoritas ingin ke daerah B. Namun daerah B rupanya dilarang oleh kaum mayoritas. Maka si A tidak bisa kesana, kecuali dengan mempertaruhkan resiko konflik dengan kaum mayoritas — perlawanan mental atau fisik. Yang berarti konflik tersebut berdampak lagi ke tekanan mental atau fisik dari kaum mayoritas.
Selain ke kaum minoritas, tekanan ini juga berdampak ke kaum pendatang. Jika ada pendatang baru di suatu komunitas, hal pertama yang dilakukan tentu adalah adaptasi. Dan selama proses adaptasi tersebut, “tekanan” kaum mayoritas kembali memainkan perannya. Agar bisa diterima di suatu komunitas, tentu pendatang berusaha untuk bersosialisasi. Dan proses sosialisasi tersebut, biasanya ke para kaum mayoritas, selain karena kaum mayoritas secara jumlah memang lebih banyak, mereka juga lebih diakui dibanding minoritas. Akhirnya, mengira bahwa kehidupan di tempat baru seperti yang sudah dipraktekkan oleh kaum mayoritas, pendatang lambat laun juga mengikuti dan bergabung dengan kaum mayoritas. Walaupun begitu, hal ini tidaklah mutlak. “Tekanan” ini masih bersifat relatif, masih bergantung pada “kekuatan” minoritas untuk mempertahankan eksistensinya dan “pribadi” pendatang itu sendiri.
Selain, minoritas dan pendatang, efek “tekanan” ini juga ke para “orang luar”. “Orang luar” bukanlah bagian dari kaum mayoritas, minoritas, maupun pendatang. “Orang luar” adalah orang luar, bukan bagian dari suatu komunitas tersebut. Mereka adalah “komunitas” lain yang setara, lebih tinggi, atau lebih rendah; orang yang keluar dari komunitas tersebut; atau individu yang bukan bagian dari “komunitas” mana pun, pengamat. Seperti apakah tekanan yang diberikan oleh kaum mayoritas, sampai-sampai berdampak ke “orang luar”? Banyak. Sedikit dari itu, adalah “tekanan” keputusan, dan “tekanan” pendapat (bukan “tekanan” dalam berpendapat). Contoh dari tekanan keputusan, adalah misalnya rakyat negara A sering berdemo atas pemerintahannya, dan pemerintah akhirnya memenuhi keinginan rakyat. Tapi, apakah semua rakyat menginginkan hal tersebut? Tidak. Masih ada kaum minoritas yang belum tentu setuju dengan keinginan mayoritas. Contoh aktual adalah kasus Tibo. Lalu, “tekanan” pendapat. Saya tegaskan sekali lagi, tekanan pendapat ini berbeda dengan tekanan dalam berpendapat yang diberikan ke kaum minoritas. Tekanan pendapat ini, adalah tekanan yang mempengaruhi pendapat “orang luar” ke suatu komunitas. Misalnya, masih mengambil contoh negara A tadi. Rakyatnya sering berdemo. Maka, “orang luar” (dalam hal ini, negara lain) menilai bahwa rakyat negara A adalah rakyat yang sering berdemo. Padahal, itu adalah hal yang diakibatkan oleh kaum mayoritas. Dan yang seperti ini dapat dikatakan “tekanan”, karena secara tidak langsung “menekan” orang luar untuk beranggapan bahwa rakyat negara A adalah pendemo.
Sources: http//:indonesianyouth.blogspot.com
http//:forum.bleachindonesia.com/index.php?showuser=46

2.      Pola hubungan antarkelompok di masyarakat yaitu, integrasi dan pluralism.
Integrasi adalah suatu pola hubungan yang mengakui adanya perbedaan ras dalam masyarakat, tetapi tidak memberikan perhatian khusus pada perbedaan ras tersebut. Hak dan kewajiban yang terkait dengan ras seseorang hanya terbatas pada bidang tertentu saja dan tidak berkaitan dengan bidang pekerjaan atau status yang diraih dengan usaha.
Pluraisme adalah suatu pola hubungan yang mengakui adanya persamaan hak politik dan hak perdata masyarakat. Akan tetapi, pola hubungan itu lebih terfokus pada kemajemukan kelompok  ras daripada pola integrasi. Menurut Furnivall, masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat yang di dalamnya terdapat berbagai kelompok berbeda. Tiap kelompok tersebut tercampur tetapi tidak membaur.