Tugas
1
Aktivitas
hal. 151
1. Carilah bahan sebanyak mungkin tentang
kelompok mayoritas dan minoritas! Apakah kedua kelompok itu juga termasuk
kelompok social? Bagaimana hubungan antara keduanya?
2. Amatilah masyarakat Anda. Bagaimana pola hubungan
antarkelompok sosialnya? Buatlah analisisnya dalam bentuk tulisan!
Jawaban:
1.
Kinloch berpendapat bahwa kelompok orang yang
disebut sebagai mayoritas adalah orang-orang yang memiliki kekuasaan,
menganggap dirinya normal dan memiliki derajat lebih tinggi. Sedangkan kelompok
lain yang dianggap sebagai kelompok minoritas adalah mereka yang tidak memiliki
kekuasaan, dianggap lebih rendah karena memiliki ciri tertentu,misalnya cacad
secara fisik ataupun mental sehingga mereka mengalami eksploitasi dan
diskriminasi. (Kinloch, 1979: 38)
Konsep
mayoritas disini didasarkan oleh dominasi kekuasaan, bukan dominasi oleh jumlah
anggota. Kelompok mayoritas bisa saja berjumlah lebih kecil daripada minoritas.
Sebagai contoh adalah saat politik apartheid dicanangkan di Afrika
Selatan, jumlah orang berkulit putih lebih sedikit daripada jumlah orang
berkulit hitam. Akan tetapi kelompok kulit putih memiliki kuasa terhadap
kelompok kulit hitam. Selain itu, hubungan antarkelompok yang didasarkan konsep
mayoritas dan minoritas dipengaruhi juga oleh konsep kebudayaan mayoritas
dominan (dominant majority culture) yang diangkat oleh Edward M. Bruner.
Sebagai contoh adalah di kota Medan terdiri atas sejumlah kelompok minoritas
tanpa adanya suatu kebudayaan yang dominan sehingga berkembang persaingan yang
ketat antara setiap etnik, dan hubungan antar etnik terjadi ketegangan.
Pembedaan kelompok ini terjadi entah
berdasarkan gaya hidup, minat, agama, faham, atau pun lainnya. Penggolongan
tersebut mengakibatkan “kekuasaan” kelompok mayoritas lebih besar dari yang
lain. Yang nantinya, “kekuasaan” itu secara tidak langsung mengakibatkan
“tekanan” kepada kelompok yang tidak/kurang mempunyai “kekuasaan”.
“Tekanan” kelompok mayoritas. “Tekanan” ini
tidak hanya menekan minoritas saja. Tekanan dapat menekan segala pihak:
minoritas, pendatang, maupun orang luar. Mengapa disini pihak “pendatang”
dipisahkan dengan “minoritas”? Karena “pendatang” berbeda. “Pendatang” masih
benar-benar baru, belum terikat dengan kelompok mana pun. Nantinya mereka dapat
bergabung dengan “mayoritas”, “minoritas”, ataupun keduanya (terpecah). Kembali
ke masalah tekanan. Tekanan ke pihak minoritas, jelas merupakan suatu yang
pasti, mayoritas pasti akan menekan minoritas, mau – tidak mau, langsung –
tidak langsung. “Tekanan” ini berupa berbagai macam, bisa berupa tekanan dalam
berpendapat, kebebasan, fisik, atau mental. Untuk lebih mudahnya, misalnya,
tekanan dalam berpendapat. Pendapat kaum mayoritas tentu selalu lebih diakui
dibandingkan dengan pendapat minoritas, terlepas dari baik dan buruknya. Lalu
contoh untuk tekanan kebebasan. Misalnya si A dari kaum minoritas ingin ke
daerah B. Namun daerah B rupanya dilarang oleh kaum mayoritas. Maka si A tidak
bisa kesana, kecuali dengan mempertaruhkan resiko konflik dengan kaum mayoritas
— perlawanan mental atau fisik. Yang berarti konflik tersebut berdampak lagi ke
tekanan mental atau fisik dari kaum mayoritas.
Selain
ke kaum minoritas, tekanan ini juga berdampak ke kaum pendatang. Jika ada
pendatang baru di suatu komunitas, hal pertama yang dilakukan tentu adalah
adaptasi. Dan selama proses adaptasi tersebut, “tekanan” kaum mayoritas kembali
memainkan perannya. Agar bisa diterima di suatu komunitas, tentu pendatang
berusaha untuk bersosialisasi. Dan proses sosialisasi tersebut, biasanya ke
para kaum mayoritas, selain karena kaum mayoritas secara jumlah memang lebih
banyak, mereka juga lebih diakui dibanding minoritas. Akhirnya, mengira bahwa
kehidupan di tempat baru seperti yang sudah dipraktekkan oleh kaum mayoritas,
pendatang lambat laun juga mengikuti dan bergabung dengan kaum mayoritas.
Walaupun begitu, hal ini tidaklah mutlak. “Tekanan” ini masih bersifat relatif,
masih bergantung pada “kekuatan” minoritas untuk mempertahankan eksistensinya
dan “pribadi” pendatang itu sendiri.
Selain,
minoritas dan pendatang, efek “tekanan” ini juga ke para “orang luar”. “Orang
luar” bukanlah bagian dari kaum mayoritas, minoritas, maupun pendatang. “Orang
luar” adalah orang luar, bukan bagian dari suatu komunitas tersebut. Mereka
adalah “komunitas” lain yang setara, lebih tinggi, atau lebih rendah; orang
yang keluar dari komunitas tersebut; atau individu yang bukan bagian dari
“komunitas” mana pun, pengamat. Seperti apakah tekanan yang diberikan oleh kaum
mayoritas, sampai-sampai berdampak ke “orang luar”? Banyak. Sedikit dari itu,
adalah “tekanan” keputusan, dan “tekanan” pendapat (bukan “tekanan” dalam
berpendapat). Contoh dari tekanan keputusan, adalah misalnya rakyat negara A
sering berdemo atas pemerintahannya, dan pemerintah akhirnya memenuhi keinginan
rakyat. Tapi, apakah semua
rakyat menginginkan hal tersebut? Tidak. Masih ada kaum minoritas yang belum
tentu setuju dengan keinginan mayoritas. Contoh aktual adalah kasus Tibo. Lalu, “tekanan” pendapat. Saya
tegaskan sekali lagi, tekanan pendapat ini berbeda dengan tekanan dalam
berpendapat yang diberikan ke kaum minoritas. Tekanan pendapat ini, adalah
tekanan yang mempengaruhi pendapat “orang luar” ke suatu komunitas. Misalnya,
masih mengambil contoh negara A tadi. Rakyatnya sering berdemo. Maka, “orang
luar” (dalam hal ini, negara lain) menilai bahwa rakyat negara A adalah rakyat
yang sering berdemo. Padahal, itu adalah hal yang diakibatkan oleh kaum
mayoritas. Dan yang seperti ini dapat dikatakan “tekanan”, karena secara tidak
langsung “menekan” orang luar untuk beranggapan bahwa rakyat negara A adalah
pendemo.
Sources: http//:indonesianyouth.blogspot.com
http//:forum.bleachindonesia.com/index.php?showuser=46
2. Pola hubungan antarkelompok di masyarakat
yaitu, integrasi dan pluralism.
Integrasi
adalah suatu pola hubungan yang mengakui adanya perbedaan ras dalam masyarakat,
tetapi tidak memberikan perhatian khusus pada perbedaan ras tersebut. Hak dan
kewajiban yang terkait dengan ras seseorang hanya terbatas pada bidang tertentu
saja dan tidak berkaitan dengan bidang pekerjaan atau status yang diraih dengan
usaha.
Pluraisme
adalah suatu pola hubungan yang mengakui adanya persamaan hak politik dan hak
perdata masyarakat. Akan tetapi, pola hubungan itu lebih terfokus pada
kemajemukan kelompok ras daripada pola
integrasi. Menurut Furnivall, masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat yang
di dalamnya terdapat berbagai kelompok berbeda. Tiap kelompok tersebut
tercampur tetapi tidak membaur.
0 komentar:
Posting Komentar